Jumat, 27 Januari 2012

AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah tafsir Al-Qur’an diawali dengan masa Rasulullah SAW, saat beliau masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah SAW.
   Namun, setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat mulai menafsirkannya dengan tiga rujukan, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’. Sehingga, muncul beberapa pemahaman yang kemudian disebut tafsir, karena tafsir Al-Qur’an adalah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.

B.     Rumusan Masalah
·         Apa saja macam-macam tafsir Al-Qur’an?
·         Jelaskan pengertian dari macam-macam tafsir Al-Qur’an?
·         Sebutkan contoh-contoh tafsir berdasarkan jenisnya?

C.    Tujuan Masalah
·         Mampu menyebutkan macam-macam tafsir Al-Qur’an.
·         Dapat menguasai dan memahami pengertian dari macam-macam tafsir Al-Qur’an.
·         Mampu menyebutkan contoh-contoh tafsir karangan dari beberapa ulama besar.


BAB II
PEMBAHASAN

        A.        PENGERTIAN TAFSIR
            Tafsir berasal dari kata al-fusru yang berarti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi, seperti dinukilkan oleh al-Hafizh as-Suyuthi dari al-Imam az-Azarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.

         B.        SEJARAH TAFSIR AL-QUR’AN
       Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah SAW. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
a.       Al-Qur’an itu sendiri karena terkadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
b.      Rasulullah SAW semasa hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
c.       Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab asliyang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.

        C.        MACAM – MACAM TAFIR AL-QUR’AN

1.         TAFSIR TAHLILI
Tafsir tahlili adalah mengkaji ayat-ayat al-Qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Untuk itu ia merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadits-hadits Rasulullah saw dan riwayat dari para sahabat dan tabi'in.
Metode kajian tafsir tahlili mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:
1)      Menurut Fazlur Rahman, beliau berpandangan bahwa metode tafsir ini menjadi penyebab kegagalan umum memahami keutuhan Al-Qur’an, sebab dengan metode ini nash (Al-Qur’an) dipahami kata per kata atau ayat demi ayat yang ada dalam surat secara terpisah-pisah. Akibatnya Al-Qur’an terkesan tidak menjadi satu-kesatuan yang utuh.
2)      Menurut Quraish Shihab, beliau berpendapat, satu akibat dari pemahaman Al-Qur’an berdasarkan ayat demi ayat secara terpisah adalah Al-Qur’an terlihat seolah sebagai petunjuk yang terpisah-pisah.

Para ulama membagi wujud tafsir al-Qur'an dengan metode tahlili kepada tujuh macam, yaitu: tafsir bi al-ma'tsur, tafsir bi al ra'yi, tafsir shufi, tafsir fiqh, tafsir falsafi, tafsir fiqhi, tafsir 'ilmi dan tafsir adabi.

a.      Tafsir bi al-Ma'tsur
Penafsiran (penjelasan) ayat al-Qur'an terhadap maksud ayat al-Qur'an yang lain. Termasuk dalam tafsir bi al-ma'tsur adalah penafsiran al-Qur'an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. Penafsiran al-Qur'an dengan pendapat para sahabat berdasarkan ijtihad mereka dan penafsiran al-Qur'an dengan pendapat para tabi'in, diantara kitab tafsir bi al-ma'tsur adalah kitab: jami' al-Bayan fi tafsir al-Qur'an, karangan Imam Ibnu Jarir al- Thabari.
Tata cara penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber penafsiran Al-Qur’an, dari Al-Hadits, dari riwayat sahabat dan tabi’in. diantaranya :
-          Jami’al Bayan Fi Tafsiri Al-Qur’an : Ibnu Jarir At-Thobari (wafat 310 H)
-          Al-Kasyfu wa al bayan fi tafsiri Al-Qur’an : Ahmad Ibnu Ibrohim (427 H)
-          Ma’alimu Al Tanzil : Imam Al-Husain Ibnu Mas’ud al Baghawi (516 H)

            Kelebihan tafsia al-ma’tsur adalah:
-          Murni interpretasi nash, dan terbatas penggunaan akal dan ide.
-          Ada kemudahan memahami maksud ayat.

            Keterbatasannya adalah:
-          Terbatasnya persediaan riwayat yang menjelaskan (interpretasi).
-          Sunnah sebagai tafsir dalam beberapa sunnah masih membutuhkan penelitian lebih dalam untuk mengetahui tingkat keabsahannya (shahih atau tidaknya).

b.      Tafsir bi al-Ra'yi
            Penafsiran yang dilakukan mufassir dengan menjelaskan ayat al-Qur'an berdasarkan pendapat atau akal.Para  ulama menegaskan bahwa tafsir bi al-ra'yi ada yang diterima dan ada yang ditolak. Suatu penafsiran bi al-ra'yi dapat dilihat dari kualitas penafsirnya. Apabila ia memenuhi sejumlah persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama tafsir, maka diterimalah penafsirannya. Jika tidak, maka ditolak penafsirannya. Di antara kitab tafsir bi al-ra'yi adalah kitab: Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-ta'wil, karangan al-ustadz Mahmud al-Nasafi, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karangan al-Khazin, al-Kasyaf karangan al-Zamakhsyari, dll.

c.       Tafsir Shufi
            Penafsiran yang dilakukan para sufi yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawwuf. Diantara kitab tafsir shufi adalah kitab: Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, karangan Imam al-Tusturi, Haqaiq al-Tafsir karangan al-Salami, dll.

d.      Tafsir Fiqh
            Penafsiran ayat al-Qur'an yang dilakukan (tokoh) suatu madzhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madzhabnya. Tafsir fiqh banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang berbeda, sebagaimana kita temukan sebagian para ulama mengarang kitab tafsir fiqh adalah kitab: "Ahkam al-Qur'an" karangan al-Jasshash.
       Kelebihan tafsir ini adalah:
-          Menolong mengetahui hukum sebagai rujukan dalam bertindak (amaliyah).
-          Menolong mengetahui mana halal dari haram, boleh dari dilarang dan sejenisnya.

            Kekurangannya adalah:
-          Lahir hukum parsial yang kadang bertentangan atau tidak sejalan dengan ajaran dari ayat lain.
-          Konsep yang lahir hanya bersifat legal-formal.

e.       Tafsir Falsafi
            Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab tafsir falsafi adalah kitab: Mafatih al-Ghaib yang dikarang al-fakhr al-Razi. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli filsafat keituhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu kalam dan simantik (logika).
       Kelebihan dari tafsir ini adalah:
-          Muncul kedalaman pemahaman terhadap ajaran agama.
-          Muncul kedalaman iman.

Kekurangannya adalah:
-          Kalau tidak hati-hati dapat melenceng dari yang semestinya.

f.       Tafsir 'Ilmi
            Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur'an dengan mengaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab tafsir 'ilmi adalah kitab: al-Islam Yata'adda, karangan al-'Allamah Wahid al-Din Khan.
       Kelebihannya adalah:
-          Dapat memperlihatkan bahwa Al-Qur’an tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
-          Al-Qur’an mendorong pengembangan IPTEK.

Kekurangannya adalah:
-          Mungkin terjadi pemaksaan terhadap ayat untuk justifikasi.
-          Mungkin juga muncul sikap justifikasi murni.

g.      Tafsir Adabi
            Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan mengungkapkan segi balaghah al-Qur'an dan kemu'jizatannya, menjelaskam, makna-makna dan saran yang dituju al-Qur'an, mengungkapkan hukum-hukum alam, dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya. Tafsir adabi merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaannya terhadap al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia al-Qur'an. Di antara kitab tafsir adabi adalah kitab tafsir al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

2.      TAFSIR IJMALI
Tafsir Ijmali yaitu, penafsiran al-Qur'an dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjan lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas arti tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat al-Qur'an ayat demi ayat dan surat demi  surat, sesuai urutan dalam  mushaf  dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat dipahami orang yang pintar dan orang yang bodoh dan juga orang pertengahan antara keduanya.
 Kadangkala mufassir dengan metode ini menafsirkan al-Qur'an dengan lafadz al-Qur'an, sehingga pembaca merasa bahwa uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-Qur'an. Kadangkala pada ayat tertentu ia menunjukkan sebab turunnya ayat, peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat, mengemukakan hadits Rasulullah atau pendapat ulama yang saleh. Dengan cara demikian, dapatlah dieroleh pengetahuan yang sempurna dan sampailah ai kepada tujuan dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.

3.      TAFSIR MUQARAN
Metode tafsir muqaran yaitu metode yang ditempuh seseorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Qur'an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulamat terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecendrungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur'an. Kemudian menjelaskan bahwa diantara mereka ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang menitik beratkan pada bidang nahwu, yakni segi-segi I'rab, seperti Imam al-Zarkasyi. yang corak penafsirannya ditentukan oleh kecendrungannya kepada bidang balaghah, seperti 'Abd al-Qahhar al-Jurjany dalam kitab tafsirnnya I'jaz al-Qur'an dan Abu Ubaidah Ma'mar ibn al-Mutsanna dalam kitab tafsirnya al-mujaz, di mana ia memberi perhatian pada penjelasan ilmu ma'any, bayan, badi, baqiqat dan majaz.
Seorang mufassir dengan metode muqaran dituntut mampu menganalisis pendapat para ulama tafsir yang ia temukan, lalu ia harus mengambil sikap menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak dapat diterima rasionya, serta menjelaskan kepada pembaca alasan dari sikap yang diambilnya, sehingga pembaca merasa puas.

4.      TAFSIR MAUDHU’I
Metode tafsir maudhu'i (tematik) yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang suatu masalah/ tema (maudlu) serta mengarah kepada suatu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai  surat dalam al-Qur'an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Kemudian ia menentukan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu dimungkinkan (jika ayat itu turun karena sebab tertentu), menguraikan dengan sempurna menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang dapat diistimbathkan darinya, segi I'rabnya, unsur-unsur balaghahny, segi-segi i'jaznya (kemu'jizatannya) dan lain-lain, sehingga satu tema dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-Qur'an itu dan oleh karenanya, tidak diperlukan ayat-ayat lain.
Contoh kitabnya:
-          Al Mar’atu fi Al qur’an al Karim :Abbas Al Aqqad.
-          Ar Riba Fi AL Qur’an Al Karim : Abu Ala Al Maududi
-          Al Mahdatu Al Mankhiyah : Dr. Muh Hijazi
-          Ayat Al Kauniyah : Dr. Abdullah Syahhatah.

        D.        CORAK TAFSIR
       Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mazhab fiqh, kecenderungan sufisme dari muffasir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“Ayat-ayat Al-Qur’an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancarkan dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat”

Di antara berbagai corak itu antara lain adalah:
·         Corak Sastra Bahasa
Munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur’an di bidang ini.

·         Corak Filsafat dan Teologi
Corak ini muncul karena adanya penerjemah kitab-kitab filsafat yang mempengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir mereka.

·         Corak Penafsiran Ilmiah
Akibat kemajuan IPTEK maka muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu yang terjadi.

·         Corak Fiqh
Akibat perkembangan ilmu fiqh dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqh maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.

·         Corak Tasawuf
Akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak tasawuf.

·         Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Corak ini  dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petumjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usaha-usaha untuk menganggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Macam-macam tafsir terdiri dari:
a.       Tafsir Tahlili
Tafsir tahlili adalah mengkaji ayat-ayat al-Qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani.
b.      Tafsir Ijmali
Tafsir Ijmali yaitu, penafsiran al-Qur'an dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjan lebar.
c.       Tafsir Muqaran
Metode tafsir muqaran yaitu metode yang ditempuh seseorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Qur'an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulamat terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecendrungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur'an.
d.      Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir maudhu'i (tematik) yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang suatu masalah/ tema (maudlu) serta mengarah kepada suatu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai  surat dalam al-Qur'an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.

B.     Saran-Saran
Segala puji bagi Allah Yang Maha Sempurna yang mengatur segala yang ada yang menghidupkan dan yang mematikan, dengan taufiqNyalah makalah ini bisa terselesaikan, meskipun di dalamnya masih terdapat kekurangan, tapi kami berharap dengan tulisan ini kami telah melakukan khidmat terhadap agama Allah pada umumnya dan terhadap tugas kami sebagai mahasiswa pada khususnya.
Oleh karena itu kami memohon kepada pembaca agar tidak segan-segan mengingatkan kami apabila ternyata di dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekeliruan, karena kami yakin bahwa tidak ada usaha yang sifatnya sempurna dan bahwa kebenaran itu milik bersama. 

C.      
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Khoiruddin. 2010. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar